Bangsa ini tidak akan pernah maju, kalau generasinya tidak mau peduli. Bangsa ini tidak akan besar kalau generasinya tidak punya kreativitas, dan bangsa ini tidak akan berkembang kalau generasinya masih ketergantungan dengan produk luar negeri.
Imbauan seperti sudah sering kita dengar dan sering didengungkan. sayangnya genarasi muda masih belum menanggapinya dengan serius.
Kini saatnya kita harus merubah sikap, merubah pandangan dan merupa pola pikir. Bagaimana kita harus menjadi negara yang maju, seperti yang juga sudah dialami oleh bangsa-bangsa lain seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Jangan lagi kita ketergantungan dnegan kedelai luar negeri, beras Thailand atau Vietnam, serta berbagai peralatan elektronik dari Amerika, jepang, maupun Korea.
Saatnya kita bangkit. Itulah cita-cita genarasi muda ketika meneriakan reformasi. Usia reformasi sudah berjalan 10 tahun, namun kita belum beranjang dari persoalan ekonomi. Persoalannya adalah, karena kita kalah bersaing dan kita sendiri masih mencintai produk luar negeri. Untuk itu, mari kita mulai mencintai produk dalam negeri.
Tidaklah dapat dipungkiri, sejumlah merek terkenal luar negeri telah masuk ke Indonesia. Ditambah lagi akan ditetapkan AFTA, pasar bebas internasional. Barang luar dapat dengan mudah kita dapatkan, meski harganya mungkin relatif tinggi.
Tak dimungkuri pula memakai barang-barang luar bisa jadi hanya sebatas gengsi dan biar dikatakan keren, meski belum dapat dipastikan barang yang dipakai punya kualitas yang bagus dan terjamin mutunya. Bagaimana dengan barang produksi dalam negeri? Kepala Disperindag Provinsi Jambi Hasan Basri melalui Kasubdin Perdagangan Dalam Negeri Lesly Andalusia mengatakan, sebagai orang Indonesia tentunya kita harus mencintai produksi dalam negeri. Siapa lagi yang akan mencintai produk dalam negeri kalau bukan kita bangsa Indonesia.
Menurutnya, dengan mencintai produk dalam negeri kita telah ikut memajukan perekonomian sekaligus membangun negara kita. Dikaitkan dengan kualitas, kualitas ”made in Indonesia” tidak kalah dengan ”made in luar negeri”. ”Karena itu ngapain harus repot membeli produksi luar negeri,” ujarnya. Ada banyak produksi dalam negeri yang tidak kalah dengan produk luar, meski tidak dimungkuri produk dalam negeri itu kalah tenar dengan barang luar. Dia mencontohkan, sejumlah kosmetik buatan dalam negeri tidak kalah mutu dan kualitasnya. Kesadaran masyarakat mencintai produk sendiri ia akui perlu ditumbuhkan. Karena itu perlu disosialisasikan rasa cinta pada produksi dalam negeri.
Saat ini Indonesia tengah dibanjiri merek-merek dagang luar negeri. Masyarakat Indonesia sebaiknya tidak perlu terikat oleh merek-merek dagang luar negeri. Soal pakaian, misalnya. Untuk celana jeans merek Levis, Indonesia harus membayar penggunaan mereknya di sini. Padahal celana itu dibuat di dalam negeri. Produksi dan bahannya juga dari dalam negeri. “Jadi jangan tergantung merek dagang luar negeri. Kita juga bisa membuat merek dagang sendiri. Bahkan barang luar negeri juga berasal dari Indonesia,” kilah dia. Lebih parah lagi, tidak sedikit produk luar negeri, misalnya kosmetik, malah merusak wajah. Termasuk sejumlah makanan juga mengandung zat berbahaya yang merugikan kesehatan.
Sumber : http://belanegarari.wordpress.com/2010/04/16/belajar-mencintai-produk-dalam-negeri/
0 komentar:
Posting Komentar